Friday, April 4, 2014

Partai Lolos PT (Parliamentary Threshold) dan Yang Tidak Lolos PT


partai_lolos_pt
Pemilu 2014 Indonesia dimulai dengan pemilihan legislatif. Hasil pileg 2014 ini menentukan partai yang lolos PT (parliamentary threshold) dan partai yang tidak lolos PT. UU Pemilu Indonesia telah mengatur bahwa syarat PT adalah sebesar 3.5% yang mana berarti bahwa jika tidak lolos PT, maka partai yang bersangkutan tidak berhak mendudukkan wakilnya di DPR RI.

Menjelang pileg 2014 ini, telah dirilis sejumlah prediksi berbasis riset politik tentang partai yang lolos PT atau partai yang tidak lolos PT. Beberapa lembaga survei opini publik menyebutkan kecenderungan beberapa partai politik akan tidak lolos PT dalam pemilu 2014 ini.

Sebagaimana rilis Kompas, hasil survei terakhir Lingkaran Survei Indonesia (LSI), empat partai politik peserta Pemilu 2014 terancam tak lolos ambang batas Parlemen sebesar 3,5 persen. Keempat partai tersebut adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasdem, Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Menurut hasil survei LSI, elektabilitas PKS hanya 2,2 persen, Nasdem 2 persen, PBB 0,7 persen, dan PKPI 0,5 persen. Menurut LSI, survei itu dilakukan pada 6 Januari hingga 16 Januari 2014 dengan jumlah responden 1200 orang. Pengumpulan data dilakukan secara wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner.

Partai NasDem pun protes, menganggap survei itu hanya lelucon. Detik memuat berita tentang hal ini.

"Kita santai saja karena kenyataan di lapangan tidak seperti yang mereka rilis. Itu survei lucu-lucuan saja," ungkap Sekjen DPP Partai Nasdem Patrice Rio Capella, dalam siaran pers, Senin (3/2/2014).

Sebagai blogger, saya punya opini bahwa partai lolos PT atau yang tidak lolos PT akan sangat tergantung pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap caleg-caleg partai bersangkutan. Hasil survei politik adalah sangat berguna dalam mengetahui tingkat kepuasan atau kepercayaan masyarakat terhadap partai, bahkan sosok politisi dari partai tersebut.

Yang pasti, pileg 2014 akan digelar sebentar lagi. Kita tunggu saja kabar terbaru tentang hasil pemilu 2014 ini. Termasuk juga, mengikuti perkembangan terbaru tentang partai yang lolos PT atau yang tidak lolos parliamentary threshold. Selain Kompas dan Detik, saya kadang suka membaca sayangi.com sebagai pembanding untuk mendapatkan objektivitas berita.

Ini agak unik, Prabowo Subianto tidak setuju dengan adanya parliamentary threshold ini. Dia malah mempertanyakan tentang PT ini karena tidak ada di UUD. Apakah Prabowo khawatir Partai Gerindra akan menjadi salah satu partai yang tidak lolos PT? Padahal yang bersangkutan adalah capres RI 2014 lho. Lihat videonya di bawah ini.


Saturday, March 29, 2014

Prabowo Subianto dalam Ramalan Jayabaya

ramalan jayabaya capres 2014
Prabowo Subianto adalah capres 2014 dari Partai Gerindra. Dalam ramalan presiden 2014, nama Prabowo Subianto masuk ke dalam orbit no-to-no-go-ro. Tetapi, ini cuma tafsir dalam ramalan presiden 2014 di Indonesia.

Kita telah mengenal Jangka Jayabaya sebagai hasil karya beliau yang kemudian dilanjutkan dan dipatenkan oleh Ronggowarsito. Selain memprediksi kepemimpinan nusantara, Jayabaya telah berhasil membuat postulat-postulat mengenai sejarah nusantara yang diungkapkan dengan bahasa-bahasa simbolik. Mulai dari kolonialisme Belanda dan Jepang, fase revolusi kemerdekaan, kejatuhan Soekarno, Soeharto sampai kepada reformasi.

Salah satu yang menarik dalam ungkapan Jayabaya adalah bahwa nusantara ini akan dipimpin oleh Notonogoro. Notonogoro bukanlah sebuah nama personal yang lekat pada seseorang. Lebih kepada simbolisasi penamaan bagi kepemimpinan nasional. Terminologi Notonogoro sempat ramai sekali diperbincangkan pascareformasi ’98. Sampai-sampai banyak buku termasuk buku politik yang membedah dan memakai Notonogoro dalam teori kepemimpinan nasional. Banyak interpretasi politik dan budaya atas istilah Notonogoro ini. Tapi salah satu interpretasi yang lebih banyak muncul adalah yang mengatakan jika Notonogoro adalah nama-nama pemimpin nasional (presiden) yang akan memimpin nusantara ini. Kata Notonogoro dipisahkan menjadi No-To-No-Go-Ro. “No“, yang pertama diawali oleh Soekarno. “To“, yang kedua adalah Soeharto. “No“, yang ketiga adalah Tresno yang merupakan bahasa Jawa. Jika dimasukkan dalam konteks bahasa Indonesia berarti “cinta”. Cinta dalam gramatikal bahasa Arab yaitu Hubbun. Setelah digunakan dalam kalimat-kalimat dialog, kata Hubbun bisa dimodifikasi menjadi kata Habibie (bermakna kekasihku). Ini merupakan masa pemerintahan Presiden Habibie.

Kemudian “Go“, yang keempat adalah Abdurrahman Wahid. Presiden Indonesia keempat ini lebih akrab dipanggil Gus Dur, panggilan kehormatan kepada anak seorang Kyai dalam konteks budaya Jawa Timur yakni Gus. Dalam ejaan lama bahasa Indonesia “u” ditulis dengan huruf “oe”. Jadi jika digabung menjadi Goes Dur. “Ro“, yang kelima berarti Megawati Soekarno Putri. Putri berarti anak, maka biasanya disebut “Putro” dalam bahasa Jawa (walau terkesan dipaksakan). Lima presiden inilah yang memimpin nusantara dalam prediksi futurologis Jayabaya.

Lantas bagaimana dengan SBY dan pemimpin berikutnya? Ternyata interpretasi ini tak berhenti pada “Ro“, tetapi dilanjutkan kembali pada kata “No” di awal kata. “No” inilah yang kemudian ditafsirkan sebagai Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden keenam Indonesia yang dua kali memerintah (sampai sekarang). Lalu jika demikian penafsirannya, siapakah pelanjut kepemimpinan nasional? Masih ada “To” yang akan memimpin nusantara. Jika berpedoman pada futurolog Jayabaya ini, maka bisa saja kita menafsirkan setiap nama-nama yang berakhiran seperti di atas.

Seperti yang ditulis di atas, ini merupakan interpretasi mistik-politik terhadap prediksi filosofis dari seorang Jayabaya. Menarik untuk ditelaah walaupun bagi sebagian kita mungkin tertawa kecil, sinis dan langsung berkata “takhayul” dengan analisis ini. Interpretasi mitologis, mistik politik dan penafsiran yang dipaksakan. Boleh saja seperti itu, karena namanya juga penafsiran yang berdimensi relativitas tentunya. Kadang dirasa penafsiran yang primordialistik, minim kenusantaraan karena akhiran penggalan kata di atas umumnya berasal dari bahasa Jawa. Terasa ada legitimasinya akan perdebatan klasik politik nasional kita, mengenai orang nonjawa tak akan menjadi presiden. Polemik presiden Jawa-Nonjawa yang secara sosial-antropologis dan politik tak ada kebenarannya. Tapi dikotomi primordial politik kepemimpinan nasional itu masih (tetap) ada setiap Pemilu.

Pertanyaan tentang ramalan Presiden Indonesia 2014 mendatang, yakni siapakah “To” yang akan memimpin negara ke depan, yang akan terpilih dalam Pemilu 2014 nanti? Kita bisa menyebut Wiranto misalnya, sebab akhiran di namanya adalah “to”. Usia Wiranto sudah cukup sepuh, apalagi perjalanan politiknya yang sudah dua kali maju dalam kontes Pemilu pada 2004 dan 2009. Atau nama Djoko Suyanto, seorang loyalis dan menteri SBY yang juga elit Partai Demokrat.

“To” berikutnya dapat menjadi Prabowo Subianto. Prabowo Subianto tampak sebagai figur dalam capres 2014 di Indonesia. Visi ideologis Prabowo lekat dengan dimensi kerakyatan. Visi tentang kemandirian nasional, ekonomi kerakyatan, ditambah pencitraan, sedikit meniru Soekarno menjadi modal utama. Apalagi jika dalam waktu tiga tahun ke depan Prabowo dan partai pengusungnya mampu mengambil hati rakyat, dengan tak melulu berpihak pada pragmatisme politik sesaat. Ditambah dengan banyaknya partai nonparlemen yang menggabungkan diri dengan Gerindra, tentu menjadi energi tambahan.

Tetapi, ramalan jayabaya bahwa Prabowo Subianto adalah Presiden RI dalam ajang Pilpres 2014 adalah sebuah tafsir yang tidak dapat dipastikan kebenarannya, bisa saja justru Jokowi yang menjadi Presiden Indonesia berikutnya. Anda boleh percaya, boleh tidak. Ini cuma tafsir.

Friday, March 28, 2014

Ramalan Ronggowarstio tentang Presiden RI

ramalan ronggowarsito
Ramalan Ronggowarsito, seorang pujangga besar dari Keraton Surakarta, memberikan petunjuk tentang siapa presiden RI tahun 2014 ini.

Martimus Amin, Peneliti dari The Indonesian Reform, menyatakan, “Benarkah Satria Piningit itu Jokowi? Mari kita simak ramalan Raden Ngabehi Ronggo Warsito, pujangga besar tanah Jawa yang hidup pada era Kasunanan Surakarta abad 18,” katanya kepada Sayangi.com, Sabtu (28/12/2013).

Menurutnya, ada tujuh satrio sebagai tokoh yang memerintah wilayah seluas wilayah eks kerajaan Majapahit ini. Tujuh tokoh tersebut adalah Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro, Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar, Satrio Jinumput Sumelo Atur, Satrio Lelono Topo Ngrame, Satrio Piningit Hamong Tuwuh, Satrio Boyong Pambukaning Gapuro, dan Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu.

Tafsir ke-tujuh Satrio dalam ramalan presiden 2014 adalah sebagai berikut:

Pertama, SATRIO KINUNJORO MURWO KUNCORO. Pemimpin yang akrab dengan penjara (Kinunjoro), yang akan membebaskan bangsa ini dari belenggu tradisi penjara, kemudian menjadi tokoh pemimpin yang sangat tersohor di seluruh jagad (Murwo Kuncoro). Tokoh ditafsirkan sebagai Soekarno, Proklamator dan Presiden Pertama RI. Berkuasa tahun 1945-1967.

Kedua, SATRIO MUKTI WIBOWO KESANDUNG KESAMPAR. Tokoh pemimpin berharta dunia (Mukti), berwibawa dan ditakuti (Wibowo), namun dirinya dilekatan dengan segala kesalahan dan bernasib buruk (Kesandung Kesampar). Ditafsirkan sebagai Soeharto, Presiden Kedua RI dan pemimpin Rezim Orba yang sangat ditakuti. Berkuasa tahun 1967-1998.

Ketiga, SATRIO JINUMPUT SUMELA ATUR. Tokoh pemimpin yang diangkat (Jinumput) tetapi hanya dalam masa transisi atau sekedar menyelingi (Sumela Atur). Ditafsirkan BJ Habibie Presiden Ketiga RI. Berkuasa tahun 1998-1999.

Keempat, SATRIO LELONO TAPA NGRAME. Tokoh pemimpin yang suka mengembara/ keliling dunia (Lelono) juga mempunyai jiwa rohaniawan dan kontroversial (Tapa Ngrame). Ditafsirkan KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dus, Presiden Keempat RI. Berkuasa tahun 1999-2000.

Kelima, SATRIO PININGIT HAMONG TUWUH. Tokoh pemimpin yang muncul membawa kharisma keturunan dari moyangnya (Hamong Tuwuh). Ditafsirkan Megawati Soekarnoputri, Presiden Kelima RI. Berkuasa tahun 2000-2004.

Keenam, SATRIO BOYONG PAMBUKANING GAPURO. Tokoh pemimpin yang berpindah tempat (boyong) dari menteri menjadi presiden dan akan menjadi peletak dasar sebagai pembuka gerbang menuju puncak zaman keemasan (Pambukaning Gapuro). Ditafsir SBY. Ia akan selamat memimpin bangsa dengan baik jika mau tobat dan mampu mensinergikan dengan kekuatan Sang Pemimpin Ketujuh SATRIO PINANDITO SINISIHAN WAHYU.

SATRIO PINANDITO SINISIHAN WAHYU dinilai tokoh pemimpin sangat relijius yang digambarkan resi begawan (Pinandito/ ulama) yang rendah hati, memimpin atas dasar bimbingan syariat Allah SWT (Sinisihan Wahyu).

Selain ramalan Ronggowarsito presiden 2014 ini, juga ada ramalan jayabaya tentang presiden RI mendatang. Tetap ikuti posting di blog ini.

Ramalan Jayabaya Tentang Presiden 2014: Jokowi Tidak Sampai 5 Tahun

ramalan jayabaya
Anda sudah pernah baca ramalan Jayabaya? Raja Jayabaya mengeluarkan istilah Notonogoro, sebagai salah satu dalam ramalannya yang sangat terkenal. Istilah ini memprediksi siapa-siapa saja yang akan memimpin negeri ini dari masa ke masa. Istilah ini dijadikan simbolisasi penamaan bagi pemimpin nasional (Presiden). Notonogoro dipisahkan menjadi No-To-No-Go-Ro yang selanjutnya diawali oleh “No” Soekarno, “To” Soeharto. Dalam ramalan Jayabaya, jika Jokowi memang akhirnya Presiden ke-7 RI, maka ia diprediksi tidak akan menyelesaikan masa kepemimpinannya hingga lima tahun.

Inilah ramalan Presiden 2014 dari Jayabaya, seorang raja dari Kerajaan Kediri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Selama memimpin, pemilik nama lengkap Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa  ini mengantarkan Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan, dengan salah satu prestasinya berhasil menyatukan Jenggala kembali ke Kediri.

Akan tetapi setelah  Soeharto, belum ada lagi nama Presiden RI yang masuk dalam ramalan ini, mulai dari BJ Habibie, Megawati Soekarnoputri, hingga Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Baru setelah itu ada lagi nama “No” yang punya kesesuaian dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini adalah salah satu keunikan paling kuat dalam ramalan presiden RI oleh jayabaya ini.

Nama Habibie, Megawati, dan Gus Dur tidak masuk dalam istilah Notonogoro. Karena itu ketiganya tidak ada yang memimpin hingga lengkap lima tahun.

Dengan mengacu pada ramalan Jayabaya presiden 2014 inilah, bila Jokowi terpilih sebagai Presiden RI dalam pemilu preisden, ia diprediksi tidak akan purna memimpin selama lima tahun. Presiden yang akan memimpin minimal lima tahun, semestinya adalah yang berakhiran “Go”. Lalu, siapakah dia? Apakah ia akan muncul dalam Pilpres 2014 ini atau pada Pemilu-pemilu berikutnya?

Entahlah, ramalan selalu punya kisah menarik untuk disimak, terlepas dari Anda percaya atau tidak.